Senin, 29 Desember 2014

Pendapat Umum Tentang asal-Usul Orang-orang Minahasa Part 1

Mythos mengenai Lumimu'ut masih tetap hidup dikalangan orang-orang Minahasa yang menggangap bahwa orang-orang Minahasa adalah keturunannya.Cerita-cerita purbakala tersebut mengatakan Lumimu'ut datang dari luar dengan sebuah sampan setelah mengarungi lautan lalu tiba ditanah Minahasa. Sementara berada di pantai, ia ditemui oleh seorang wanita bernama Karema dan setelah pertemuan itu Lumimu'ut dibawa ketempat yang disebut Gunung Wulur Mahatus tempat kediaman Karema. Di pegunungan itulah Lumimu'ut tinggal bersama-sama Karema. Tetapi setelah beberapa waktu kemudian, Lumimu'ut ternyata hamil dan diceritakan bahwa kehamilannya itu telah dibawanya sejak mengarungi lautan. Siapakah suami atau laki-laki yang telah menyebabkan kehamilannyatidak diketahui. Tetapi cerita purbakala mengatakan bahwa setelah ia melahirkan bayi laki-laki, atas persetujuan Lumimu'ut, Karema memberikan nama TOAR.

Setelah Toar dewasa, ia disuruh oleh Karema mengelilingi pegunungan Wulur Mahatus sambil membawa tongkat Tuis (Sebatang geloba yang disebut Amomum album) yang sama panjangnya dengan tongkat yang diberikan secara diam-diam oleh Karema kepada Lumimu'ut. Karema berpesan kepada masing-masing orang itu, agar bilamana mereka bertemu dengan seseorang haruslah mereka menyamakan tongkat tersebut dan apabila tongkat itu tidak sama panjangnya, maka Lumimu'ut maupun Toar dapat mengawini orang tersebut. tetapi Karema juga berpesan kepada orang itu, bilamana tongkat yang diberikannya itu sama panjang hendaklah mereka itu saling bersapa dan Toar harus menghormatinya karena ialah Ibunya, Lumimu'ut.

Kemudian itu, pada hari yang ditentukan oleh Karema pergilah Toar kehutan dan mulai mengelilingi pegunungan wulur Mahatus. Tidak berapa lama kemudian, Lumimu'ut menyusuli keberangkatan Toar tetapi mengikuti pesan Karema dengan melalui arah Utara dari pegunungan Wulur Mahatus. Setelah bertahun-tahun kedua orang itu mengembara dihutan belantara, diceritakan pula bahwa kedua orang itu berjumpa lagi tetapi telah saling tidak mengenal satu dengan yang lain. wajah dan kondisi tongkat yang mereka bawa telah berubah karena pengaruh alam. Namun tanpa berpikir lama, Toar meyamakan tongkatnya, ternyata tidak sama panjangnya, lalu keduanya bersehati untuk menjadi suami-isteri. Toar membawa Lumimu'ut kehilir sungai Ranoyapo dan dari perkawinan mereka melahirkan anak-anak laki-laki dan perempuan.

Cerita yang sejak dahulu hingga kini masih hidup di daerah Toundanouw, ialah bahwa nenek moyangnya pun berasal dari Toar dan Lumimu'ut, turunan dari anak mereka yang tertua bernama MOHOLENGEN, yang sering melawan dan tidak dengar-dengaran kepada Orang Tuanya (dalam bukunya J.A. Tumboimbela, Sebingkah Sejarah dan Perkembangan pendidikan di daerah To-un-danouw (Tombatu), 1971-1973-hal.11). Walaupun demikian siapa saudara-saudara lelaki dan perempuan  dari MOHOLENGEN sampai kini belum jelas, kecuali beberapa cerita tua mengatakan salah seorang diantaranya ialah "TAMBANAS (Dotu Soputan)" yang berdiam di pegunungan Soputan dan daerah danau Toundanouw. Bukti-bukti purbakala mengenai hal ini masih sulit diketemukan walaupun terdapat batu-batu peninggalan purba yang berada diantara Gunung Soputan hingga pegunungan Wulur Mahatus. Batu-batu peninggalan purba yang terdapat didaerah itu masih memerlukan penelitian dan pengkajian secara mendalam.

Andaikata, cerita-cerita nenek-moyang sejak dahulu tersebut dapat digali dan dibuktikan secara ilmiah, mungkin dapat memberi jawaban terhadap misteri asal-usul dari orang-orang Minahasa yang sebenarnya. Walupun demikian, andaikata cerita-cerita tersebut dihubungkan dengan adanya manusia purba yang telah berada di tanah Minahasa yaitu Karema yang menemui Lumimu'ut dipantai (yang mungkin terdampar) maka berarti sebelum Lumimu'ut datang di Tanah Minahasa purba, telah ada manusia yang berdiam di daerah ini. Apakah Karema merupakan salah satu dari Manusia Indonesia yang tersisa dari bangsa asli yang binasa oleh bangsa Indonesia kemudian yang dihalau kehutan dan pegunungan di pedalaman ??? Untuk mencoba memberikan uraian jawaban terhadap pertanyaan tersebut barangkali perlu disinggung disini mengenai asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.

Menurut penyelidikan Orang Cerdik-Pandai, Bangsa Indonesia ini asalnya dari Tiongkok, dari lembah hulu sungai besar Yang-Tse-Kiang, Sikiang, Menam, Mekhong dan sebagainya, jadi di daerah Yunan Utara. Dari Yunan mereka turun keselatan sampai ke daerah Tongkin, Annam, Cochin-China. Dari sini mereka mulai merantau, menyeberangi lautan kepulau-pulau disekitar Benua Asia, antara lain juga kepulauan Indonesia. Sebelum bangsa Indonesia ini didiami oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa asli ini oleh Bangsa Indonesia sebagian besar telah dibinasakan atau dihalau ke hutan-hutan dan pegunungan dipedalaman. Sebagian juga bercampur dengan Bangsa Indonesia. Sampai sekarang masih terdapat sisa-sisa bangsa asli tadi, yakni orang Kubu di Sumatera Selatan, Orang Lubu di Sumatera Tengah, orang Semang disemenanjung Malaya, orang Wedda di Sailan, dan orang Irian, orang Negrito di Philipina, dll. Suku-suku bangsa ini sampai sekarang masih hidup dihutan-hutan dan didaerah pegunungan dan tidak banyak berhubungan dengan bangsa Indonesia ataupun bangsa-bangsa lain yang datang kemudian ke Indonesia. Mereka masih dalam tingkatan yang sangat rendah, mereka hidup dalam gerombolan-gerombolan kecil, rumahnya terdiri dari gubuk-gubuk yang sangat sederhana, mereka mengembara di hutan dan hidup dari apa yang didapatnya sehari-hari.

Untuk memperkuat keterangan diatas, disini akan diuraikan pula beberapa hasil penelitian ahli-ahli yang kiranya dapat digunakan sebagai bahan pembahasan dan analisa dalam memberikan salah satu jawaban terhadap asal usul Rakyat Indonesia umumnya dan Minahasa pada khususnya.
Eugene Dubois

Indonesia kira-kira 100.000 tahun yang lalu, telah didiami oleh mahluk yang pada umumnya disebut "Proto-Insan". Proto-Insan ini menurut penelitian, ternyata telah meninggalkan peninggalan-peninggalan berupa artefak-artefak, dan karena tidak meninggalkan peninggalan-peninggalan tertulis, maka nyatalah bahwa mereka masih hidup dalam zaman Pra-Sejarah. Diantara Proto-insan ini terdapat yang disebut dengan nama "Pithecanthropus Erectus" yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil (dalam bukunya HR. Van Keekeren, The Stone Age of Indonesia, Gravenhage, Martinus-Nijhoff, 1967, hal 13-14). Mahluk ini termasuk didalam tingkatan antara kera dan manusia. Hal ini dapat diketahui dari isi tengkoraknya (terletak diantara isi tengkorak kera dan manusia). Kecuali itu, mahluk inipun telah berdiri tegak oleh karena ditemukan tulang-tulang paha yang menunjukkan telah dipergunakan untuk berdiri tegak.
Pithecanthropus Erectus

Kecuali Pithecanthropus Erectus ini, di Indonesia masih ditemukan mahluk-mahluk baik yang lebih tua maupun yang lebih muda umurnya. Dari mahluk yang lebih tua ditemukan apa yang disebut "Meganthropus Palacojavanicus" oleh Von Koningswald di Sangiran pada tahun 1939-1942 (Ibid hal 9-10), dan pada tahun 1939 ditempat itu pula ditemukan fosil dari mahluk "Pithecanthropus Robustus" oleh Koningswald dan Weidenreich. Kedua mahluk ini dimasukkan didalam golongan tua oleh karena besarnya bagian-bagian badan yang ditemukan itu menunjukkan kelebihannya apabila dibandingkan dengan bagian-bagian badan dari Pithecanthropus Erectus.
G.H.R Von Koeningswald

Sedangkan yang lebih muda umurnya dari Pithecantropus Erectus tadi, yang telah mendiami kepulauan Indonesia ini adalah "Homo Soloensis" yang ditemukan di Ngadong oleh Ir. Oppenoorth V. Koningswald dan Ter Haar pada tahun 1931-1934 (HR. Van Keekeren, The Stone age of Indonesia, hal 22-23) dan "Homo Wajakensis" yang ditemukan oleh Eugene Dubois, pada tahun 1889 (Ibid hal 23-24) di Wajak, Trenggalek dan Tulungagung, Kediri. Kedua mahluk yang terakhir ini termasuk pre-homonide oleh karena isi tengkoraknya telah menunjukkan ada kelebihan dari pada Pithecanthropus tersebut, bahkan isi tengkoraknya dari kedua mahluk ini, telah mendekati isi tengkorak "Homo Sapiens". Karena itulah maka kedua mahluk ini diberi nama Homo.

Dari penyelidikan-penyelidikan dapat diketahui, bahwa mahluk-mahluk ini mempergunakan alat-alat yang dibuat dari batu, seperti beliung yang ditemukan di Patjitan. Beliung-beliung itu memperlihatkan cara pembuatan yang hanya dipukul-pukul saja dengan batu lain sehingga memperoleh bentuk yang dikehendaki, dan karena bentuknya itu mengarah kebentuk bulat-bulat, maka dapat diketahui cara penggunaannya yakni dengan cara digenggam. Oleh karena itu maka beliung-beliung itu juga disebut beliung genggam. Menurut perbandingan dengan alat-alat semacam ini yang ditemukan di Gua Tju Ku Tien di Peking (digua ini ditemukan beliung bersama-sama dengan fosil dari "Pithecanthropus Pekinensis"), dapatlah diketahui bahwa beliung Patjitan ini adalah alat-alat yang dipergunakan oleh Pithecanthropus Erectus tersebut. Zaman dimana beliung ini dipergunakan sebagai alat, disebut zaman "Palaeoliticum" atau zaman "Batu Tua/Kasar". Pada zaman ini keadaan masyarakat masih mengembara, penghidupan mereka adalah dengan cara mengumpulkan makanan, berburu, dan menangkap ikan, dan masih tunduk kepada alam. Apabila alam masih memberikan penghidupan baginya, disitulah mereka berdiam ; apabila alam tersebut tidak lagi memberi makan, pindahlah mereka itu ketempat lain.
Sampah Dapur

Dari zaman Palaelothicum ini, menginjaklah mahluk-mahluk tadi ke zaman Mesolithicum atau Epipalaelothicum (Mesolithicum kira-kira 8000 SM). Penghidupan dalam zaman ini lebih maju apabila dibandingkan dengan penghidupan didalam zaman sebelumnya. Sebagian kecil dari masyarakat masih hidup seperti semula yakni seperti pada zaman Palaeolithicum, akan tetapi sebagian besar telah mulai bertempat tinggal tetap terutama ditempat-tempat yang merupakan sumber makanan, seperti pantai-pantai dan danau. hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan-penemuan seperti Kjokkenmoddinger (Sampah-sampah dapur atau bukit kulit kerang yang ditemukan di Sumatera Utara). Kecuali kulit-kulit kerang bekas makanan mereka, ditemukan juga fosil-fosil manusia "Papua Melanesoid" yang diperkirakan sebagai manusia pendukung budaya Mesolithicum tersebut. Bangsa Papua Melanesoid ini berasal dari asia yang datang ke Indonesia dengan membawa budayanya. Disamping fosil-fosil itu, juga ditemukan artefak-artefak berupa beliung pendek (Hache Courte- Drs Rd. Pangkoesmijoto, Pr., Nusantara kala, Bogor, 1970 hal.14) yang berbentuk dengan beliung-beliung pendek yang ditemukan di Bascon Huabienth di Vietnam sekarang. Oleh karena beliung pendek ini di Indonesia boleh dikatakan hanya di Sumatera itu saja ditemukan, maka artefak tersebut dinamakan "Sumatralith atau Pebble".

Sebagai tambahan mengenai penemuan-penemuan tersebut dapat kiranya penulis hubungkan dengan kulit-kulit bia/kerang, siput yang ditemukan didaerah lereng bukit Dahayu (Tombatu) ketika diadakan penggurukan tanah bukit dahayu untuk didirikan Sekolah Guru "B" tahun 1953. Selain ditemukan kulit-kulit siput atau "Kolombie" itu, juga ditemukan fosil-fosil manusia purba. Ini menunjukkan bahwa pada zaman purba (Mungkin seperti zaman Mesolithicum tadi) didaerah Toundanouw (Tonsawang) itu telah ada manusia yang bertempat tinggal tetap dan diperkirakan juga sebagai manusia pendukung budaya Mesolithicum. Kulit-kulit kerang atau Biak/Kolombie dan fosil manusia tadi juga telah diceritakan oleh seorang saksi yang masih hidup sampai sekarang, namun sayang pada saat itu ditemukan, belum ada ahli yang meneliti pada waktu itu. Hal ini dapat terjadi di Toundanouw karena menurut cerita Tua, sebelum menjadi daerah seperti sekarang (Negeri Tombatu dan lain sebagainya) dahulu kala digenangi oleh air yang disebut danau Toundanouw. Beberapa abad kemudian danau itu dikeringkan oleh seorang Tonaas dengan bantuan penduduk lalu setelah dataran/lembah tadi menjadi kering, mulai didirikan kampung-kampung yang kemudian menjadi Negeri tombatu.

To Be Continued Part 2.....

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More