Rabu, 10 Desember 2014

Tarian Orang Minahasa

TARIAN KABASARAN
 
Tou Minahasa atau orang Minahasa dalam sejarahnya merupakan waraney atau kesatria-kesatria perang di tanah Minahasa. Dulunya disebut tanah malesung. Tarian Kabasaran merupakan pencerminan salah satu kebudayaan Minahasa dari masa lampau. Berperang untuk tou Minahasa memang merupakan suatu yang diluhurkan sebagai manusia yang gagah berani, mempunyai semangat perjuangan, dan kebijaksanaan. Setiap waraney dibekali dengan berbagai ketrampilan bela diri.

Sejarah

Dalam sejarah tou Minahasa banyak terlibat peperangan diataranya, Minahasa pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Pergerakan mengusir penjajahan lawan Kompeni Belanda dan VOC, sejumlah perjanjianpun dibuat untuk berusaha menaklukan tou Minahasa. Tapi, perlawanan pun harus terjadi, puncaknya adalah perang Tondano yang terjadi tahun 1808 sampai 1809. Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Jepang, perjuangan tou Minahasa untuk merdeka sejak tahun 1808 terus berkobar dan mulai mengobarkan perang gerilya ke seluruh Indonesia. Pergerakan mengusir penjajahan era kemerdekaan, perjuangan Minahasa untuk merdeka terus berkobar saat mempertahankan kemerdekaan, puncaknya perang 14 februari 1946.

Kehidupan peperangan dimasa lampau serta semangat perjuangan yang memang sudah ada, sejak lamapau, dalam setiap individu tou Minahasa, Hal inilah inti dari adanya tarian Kabasaran, ini merupakan warisan budaya dari nenemoyang tou Minahas. Membuat seni tari Kabasaran pun mengabadikan ritual yang di masa lampau memang dilaksanakan leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang.

Asal Usul Kata

Pada awalnya tarian Kabasaran bernama sakalele dan berubah menjadi cakalele. Saka berlaga dan lele berlari, berkejaran melompat-lompat. Kata Kabasaran sendiri berasal dari bahasa Minahasa yaitu Kawasalan, ini kemudian berkembang menjadi “Kabasaran” yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal ni Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa regional Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar.

Sampai saat ini tarian Kabasaran merupakan salah satu tarian sakral di Sulawesi Utara juga tarian sakral masyarakat suku Minahasa. Tari Kabasaran sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Minahasa, tarian perang Kabasaran dalam kehidupan masyarakat Minahasa moderen, mendapat tempat dalam acara-acara besar seperti perkawinan, penjemputan, dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat.

Para penari dalam tarian Kabasara semuanya adalah leleki, atau disebut waraney artinya prajurit atau kesatria. Pemimpin dalam tarian adalah Tonaas Wangko artinya pemimpin besar pasukan perang dalam hal ini berlaku sebagai pemimpin tarian. Pada dasarnya setiap pelaku tarian perang Kabasaran saat menari harus berwajah garang, tidak tersenyum, dan mata melotot. Hal ini menandakan kegarangan dari pasukan perang Kabasaran suku Minahasa di medan tempur. Pelaku tarian perang biasanya berjumlah minimal enam waraney dan satu Tonaas Wangko. Selain itu ada para penabuh tambor.

Kostum tarian Kabasaran pada dasarnya, adalah tirai-tirai kain berwarna merah. Warna merah dipilih karena melambangkan keberanian sedangkan kostum yang berbentuk tirai layaknya baju tempur perang pada jaman dahulu. Penutup kepala, biasanya dihiasi dengan paruh burung yang menjulang keatas, dulunya paruh burung tersebut adalah paruh burung Taong dalam bahasa regional Manado, disertai dengan buluh-buluhnya, ini sebagai lambang kebesaran. Pada bagian depan kostum, biasanya terdapat beberapa tengkorak kepala, tengkorak-tengkorak tersebut melambangkan setiap waraney atau pasukan perang sudah pernah membunuh musuhnya di medan tempur dan kepala musuhnya dipergukan sebagai tanda kehebatan.

Setiap penari dilengkapi dengan santi atau pedang perang dan kelung atau perisai untuk menangkis serangan musuh. Pada sebagai pasukan tidak memakai santi atau kelung melainkan memakai wengko atau tombak. Keseluruhan kostum dalam tarian perang Kabasaran, setiap orang yang memakai akan merasa dan terlihat gagah layaknya seorang waraney yang penuh dengan keberanian dan siap untuk bertempur. Tarian kabasaran selalu di iringi dengan tambor, alat musik yang di pukul. Tambor dipergunakan untuk menambah semangat dari para pasukan saat berperang atau saat melakukan tarian perang.

Dalam tarian perang Kabasaran mempunyai aba-aba dari Tonaas Wangko serta pekikan semangat yang diteriakan oleh seluruh waraney dan Tonaas Wangko. Pada saat tarian perang Kabasara baru akan dimulai, Tonaas Wangko akan memberi aba-aba masaruan artinya berhadapan, wangunan kelung wo santi artinya angkat pedang dan perisai, makasampe artinya berdekatan, melompat kecil dua langkah kedepan dan salaing mempertemukan perisai, sampai pada aba-aba ini penari perang Kabasaran terbagi dalam dua barisan yang berhadapan dan saling mengangkat pedang dan perisai. Tumbalan kelung artinya turunkan perisai, aba-aba ini biasanya disertai dengan sumiki artinya menghormat, memberikan penghormatan kepada lawan, hal ini melambangkan kejantanan seorang waraney. Adapun hormat yang diberikan kepada orang besar tetap memakai aba-aba sumiki. Berikut aba-aba rumenday artinya kembali pada posis semula. Retaan kelung wo santi artinya menaruh perisai dan pedang, biasanya aba-aba ini, pada bagian waraney akan menari tanpa pedang dan perisai. Timboyan kelung wo santi artinya mengambil perisai dan pedang. Mareng tampa artinya pulang atau kembali ketempat semula. Semua aba-aba di atas diiringi dengan ketukan tambor dua kali.

Tonaas Wangko akan mengeluarkan aba-aba cakalele untuk adanya tarian perang saling berhadap-hadappan, saat aba-aba tersebut diteriakan maka penari akan dengan garang menari mengunakan pedang dan perisai, seakan saling menyerang. Tambor manari dan tambor maleyonda aba-aba ini akan mengisyaratkan para waraney untuk melakukan tarian dengan tidak mengunakan pedang dan perisai. Pada setiap aba-aba tersebut selain diikuti dengan suara ketuakn tambor dua kali, diikuti juga dengan teriakan dari para waraney.

Saat sudah mulai menari Tonaas Wangko akan mengeluarkan teriakan I Yayat U Santi sebanyak tiga kali, artinya angkat pedang untuk perang, lalu akan dibalas oleh para waraney denga teriakan yang penuh semangat dan mengelegar. Teriakan itu akan menumbuhkan gejolak emosi dan rasa keberanian yang tinggi terhadap para waraney. Selain itu waranei juga akan mengeluarkan teriakan-teriakan tuama, nyaku tuama, artinya saya laki-laki. Tetapi pengertian “Tuama” dalm bahasa Minahasa bukan hanya sekadar laki-laki melainkan seorang laki-laki yang penuh dengan keberanian, kebijaksanaan, cerdas, mempunyai jiwa kepemimpinan, dan pantang menyerah.

Babak Tarian Kabasaran

1. Cakalele

Yang berasal dari kata saka yang artinya berlaga, dan lele artinya berkejaran melompat lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau sekembalinya dari perang, babak ini menunjukkan keganasan berperang mereka pada tamu agung, serta untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang berkunjung, dimana mereka bisa membuat setan takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.

2. Kumoyak

Yang berasal dari kata koyak artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata koyak sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.

3. Lalaya'an

Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang, dibabak ini para penari bisa berekspresi riang, dibanding dua babak sebelumnya yang mengaharuskan mereka berwajah garang tanpa senyum.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More