Pada jaman Purba dan bahkan setelah jaman modern diketahui bahwa rata-rata pemimpin masyarakat ataupun laskar rakyat seperti Tonaas, Balian, Tuud i ndoong, Pamatuan, Ukung, Kumarua, Baraney, Teterusan dan Tokoh-tokoh masyarakat lainnya menjaga dirinya dengan memiliki kekuatan sakti yang diperolehnya baik karena warisan Dotu-dotu ataupun atas usaha sendiri untuk menjadi sakti melalui seseorang yang dianggap sakti. Mengapa hal ini dimiliki ??? Menurut kepercayaan purba, dengan adanya religi-religi seperti diuraikan pada postingan saya sebelumnya (baca disini) yang mendatangkan kerugian, kerusakan ataupun kematian bagi orang lain yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang Iri Hati terhadap hidup dan kehidupan orang lain, dan bahkan bahaya dibinasakan oleh musuh lainnya, maka untuk menjaga diri dari bahaya-bahaya yang tidak dikehendaki itu, perlu memiliki kekuatan sakti untuk melawannya, sehingga tidak membahayakan diri sendiri.
Untuk mendapatkan pegangan dalam menghadapi kemungkinan perbuatan orang lain yang tidak senang atas keberhasilan dirinya misalnya menjadi pemimpin masyarakat ataupun menjadi pemimpin kelompok usaha yang mendatangkan kemakmuran bagi anggota masyarakat lainnya ataupun untuk mendatangkan kemenangan dalam perjuangan, maka orang-orang tersebut pergi kepada seorang ahli yang disebut Tonaas untuk mendapatkan kekuatan sakti. Seorang Tonaas pada umumnya dianggap orang yang paling kuat pegangannya dan dapat mengatasi segala perbuatan atau tindakan orang lain yang tidak baik. Tonaas inipun memperoleh ilmu pengetahuan kesaktiannya melalui burung Manguni. Dengan cara berpuasa sang Tonaas pergi kehutan untuk meminta kepada roh leluhur yang dianggap paling kuat dan baik sesuatu pegangan bagi dirinya ataupun untuk keperluan orang yang meminta.
Setelah memencilkan diri dihutan selama beberapa hari dan malam sang Tonaas meminta melalui perantaraan burung Manguni suatu pegangan bagi dirinya atau orang yang memintanya. Dalam peristiwa orang yang menghendaki ada pegangan itu ikut serta dengannya dalam upacara tersebut. Disana keduanya akan melaksanakan upacara Maposan yaitu Menyembah dan memuja roh leluhur dengan membuat sesajian, berupa Sirih, Pinang, Tabaku (Tembakau) dan Kapur Sirih. Sang Tonaas mulai memusatkanperhatiannya akan tanda-tanda alam, dan kemudian mendengar suara burung manguni dari kejauhan. Sang Tonaas kemudian mengucapkan kata-kata sakti dan memanggil burung tersebut untuk mendekat. Semakin dekat suara burung tersebut semakin terang dan akhirnya burung manguni telah berada didepannya. Dalam peristiwa seperti ini lalu antara Sang Tonaas dan Sang Burung Manguni mengadakan dialog dan menyampaikan permintaannya.
Apabila permintaan dipenuhi, maka dimulailah pembuatan barang-barang pegangan seperti keris, batu-batuan ataupun benda-benda lain. Setiap kali burung tersebut mengiakan apa yang dimintakan, benda yang ditetiskan itu dikuatkan dengan kata-kata sakti. Semakin banyak kata-kata sakti yang dimintakan, sedemikian kuatlah kesaktian barang yang dimiliki. Barang sakti biasanya diberikan oleh sang Dewa atau roh leluhur dengan menyuruhnya mengambil disalah satu tempat tertentu. Barang-barang itu berupa tongkat ataupun keris yang disebut "Powahi" dan kalau tidak diberikan barang-barang tersebut, biasanya cukup diberikan batu-batuan yang difetiskan. Dalam peristiwa hanya diberikan batu-batuan yang difetiskan, maka orang yang diminta tersebut dianggap telah memiliki kesaktian sekalipun derajatnya dianggap belum memadai. Bagi mereka yang memiliki Keris (Powahi) atau tongkat sakti, yang diberikan oleh roh leluhur atau dewa, dianggap adalah orang-orang pilihan utama karena dianggap paling memenuhi syarat dalam segala perikehidupannya. Tongkat sakti dalam bahasa Toundanouw yang telah difetiskan biasanya disebut "LOKAB" dan barang-barang ini mengandung daya kekuatan yang luar biasa. Dengan tongkat atau powahi itu dapat disuruhnya membinasakan musuh dari jarak jauh dan tongkat (Lokab) atau powahi itu hanya dilemparkan keudara lalu menghilang dan pergi membunuh musuh tanpa kelihatan oleh pihak musuh, tiba-tiba saja musuh telah meninggal dunia. Tongkat seperti itu dapat juga menenggelamkan perahu-perahu musuh yang coba mendarat. Dalam cerita rakyat, tongkat kesaktian ini pertama dimiliki oleh Dotu Oki yang sampai sekarang masih ada juga orang-orang modern mencoba memilikinya, namun sia-sia. Barangkali jika tongkat tersebut masih terkubur didalam tanah, perlu diselidiki secara ilmiah dari mana dan siapa yang membuatnya sehingga dapat memberikan jawaban terhadap misteri tadi secara ilmiah. Menurut kepercayaan penduduk purba, orang yang paling sakti dan kuat, bila mana ia memiliki angka sakti bagi pegangannya sebanyak 99. Angka-angkapun berjumlah ganjil untuk kelas yang lebih rendah dan sampai yang terendah seperti 9 buah banyaknya. Orang-orang yang memiliki kekuatan sakti tersebut disebut "TOU PAHESA-ESAAN".
Selain pengetahuan sakti tersebut, juga didaerah Toundanouw (Tonsawang) zaman dahulu dikenal ilmu menghilang yang disebut "MAPONDOLONG". Seseorang yang memiliki ilmu menghilang disebut "TOU MAPONDOLONG". Ilmu gaib ini juga digunakan untuk menghancurkan musuh atau lawan. Biasanya orang yang memiliki pengetahuan menghilang ini disuruh pada waktu perang untuk pergi membinasakan pemimpin musuh tanpa pengerahan pasukan. Dengan tiba-tiba sang mapondolong telah berada dihadapan pemimpin musuh secara nyata. Sewaktu kepergiannya tidak satupun dari pihak musuh yang melihatnya, kecuali sang pemimpin yang ditujunya. Dalam keadaan berhadap-hadapan itu, diserangnya sang pemimpin musuh sehingga pihak pasukan lainnya baru dapat menyaksikan perang antar keduanya. Bagi yang mendekat dari pihak musuh akan mengalami kematian karena tiba-tiba saja ia tidak lagi berada ditempat telah membinasakan yang lain, lalu muncul lagi dengan sang pemimpin musuh.
Pengetahuan lainnya yang dikenal oleh masyarakat Suku Toundanouw (Tonsawang) pada jaman lampau ialah POLISOI. Pengetahuan Polisoi adalah ilmu berjalan dengan kecepatan yang luar biasa sehingga walaupun jarak yang dituju sangat jauh misalnya dari Tombatu ke Manado, dapat juga ditempuh oleh orang yang memiliki pengetahuan ini dengan waktu tidak lebih daripada 30 menit. Konon, menurut cerita rakyat, pada suatu hari seorang yang bernama NAWO SELA (Didaerah Tonsea dikenal dengan PASELA MANARINGSING) yang bermukim didaerah Sinokaran Tombatu mendapat pesan dari seorang Kolano dari Manado Airmadidi bernama PARENGKUAN. Didaerahnya selalu terjadi kekacauan, dimana rakyatnya setiap hari menemukan orang yang mati secara tiba-tiba. Menurut cerita rakyat, kematian dari orang-orang itu disebabkan oleh perbuatan OYO BOLIONG yang dianggap orang jahat dan merugikan kepentingan orang lain maupun usaha pemerintah. Telah diusahakan berbagai cara untuk melawannya, namun sia-sia.
Rupanya, Kolano Parengkuan mengetahui bahwa didaerah Toundanouw (Tonsawang) ada seorang yang dapat membantunya untuk diminta Nasihat tentang bagaimana cara membinasakan si OYO BOLIONG itu. Lalu, kolano mengutus 2 orang untuk pergi menemui sang Nawo Sela di Sinokaran Tombatu Masa lampau.
Kedua orang utusan tersebut berjalan melewati desa-desa selama 3 hari 3 malam, barulah mereka sampai didaerah Sinokaran melalui petunjuk warga didaerah itu. Dijumpainyalah NAWO SELA dan diceritakan apa yang dipesankan oleh Sang Kolano kepada kedua orang itu. Setelah bersoal jawab, kemudian sang Nawo Sela memutuskan agar kedua orang utusan itu pulang kembali dan memberitahukan kepada Sang Kolano bahwa ia akan segera menyusul untuk bertemu dengan Sang Kolano Parengkuan. Keesokan harinya, Nawo Sela pergi ke Kolano Parengkuan sesuai dengan undangan yang dipesankan oleh kedua orang utusan itu. Ternyata Sang Nawo hanya memerlukan waktu 30 menit telah sampai dirumah Sang Kolano, dan sesampainya disana, ditanyakannya kepada penduduk dimana rumah rumah Sang Kolano, dan ditunjukanlah tempat/alamatnya. Setiba didepan pintu pagar rumah, sang Nawo Sela melihat seorang pria sedang duduk didepan rumah, lalu disapanya, apakah tuan bernama Kolano Parengkuan, dijawab oleh tuan besar itu Ya, dan terus bertanya, siapa dan dari mana saudara datang ? Segera dijawab oleh Sang Nawo Sela, ia diminta datang kesini oleh 2 utusan tuan dan ia bernama SELA dari TOUNDANOUW (Tonsawang). Mendengar jawaban yang tegas itu, segera Sang Kolano mengetahui bahwa dialah yang dimintanya datang, lalu segera dipersilahkan masuk dan duduk didalam rumah. Dalam percakapan Sang Nawo Sela bertanya apa yang tuan maksudkan mengundangnya kemari, dan Sang Kolano menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam pemerintahannya, dimana setiap hari ditemukan orang meninggal secara menyedihkan. Sang Nawo Sela kemudian mengerti bahwa ini rupanya yang dimaksudkan oleh Sang Kolano mengundangnya datang.
Oleh karena Sang Nawo Sela tiba sudah pukul 16.00 petang dan percakapan telah berjalan satu jam lebih, lalu Nawo Sela meminta ijin untuk kembali ke kampungnya di Sinokaran. Tetapi sang Kolano meminta agar ia makan dulu baru pulang, dan lebih baik ia menginap malam itu saja baru hari esoknya pulang. Namun Sang Nawo Sela mendesak, agar ia pulang dahulu, nanti ia kembali lagi sebab kebiasaannya kalau makan harus minum saguer atau tuac baru dapat makan dengan enak. Mengingat ia mempunyai saguer di Sinokaran itu, lalu dengan ijin Sang Kolano ia berangkat pulang, karena yakin tidak mungkin Sang Nawo Sela menginap dirumahnya, walaupun sudah didesak untuk tinggal semalam. Pada kira-kira jam 18.30 malam, pulanglah Sang Nawo Sela kedaerah Sinokaran. Pada Jam 20.00 atau Jam 8 malam Sang Nawo Sela telah berada didepan rumah dari Kolano Parengkuan dengan membawa saguer dan sebungkusan barang. Sang Kolano malah tidak menyangka lagi bahwa Sang Nawo Sela akan kembali. Mendengar suara Sang Nawo Sela, kemudian pintu dibuka dan disuruh masuk. Ternyata sesampainya dirumah Sang Kolano, makanan dan minuman belum selesai dihidangkan. Sementara bercakap-cakap sejenak, tiba-tiba muncul orang-orang disekitar rumah Sang Kolano datang menghadap Kolano menceritakan bahwa Oyo Boliong telah meninggal dengan kepalanya tiada bersama tubuhnya lagi. Lalu sang Kolano mengatakan kepada rakyat yang menghadapnya agar pulang nanti ia akan menyusul untuk melihatnya, dengan alasan ia ada tamu dirumah dan setelah selesai makan barulah ia akan pergi melihat kejadian itu.
Selesai makan, kemudian sang Kolano meminta kepada Sang Nawo Sela untuk pergi bersama-sama menyaksikan peristiwa itu. Lalu keduanya berangkat ketempat yang dilaporkan. Sesampainya ditempat kejadian itu, orang-orang sedang berkumpul juga turut melihat peristiwa kematian orang yang dianggap mereka paling ditakuti karena kebengisannya. Orang-orang juga bertanya kesana-kemari, perbuatan siapa ini, yang menyebabkan kematian orang yang mereka anggap paling bengis dan kejam. Tetapi semua orang bergembira bahwa orang yang ditakuti mereka itu telah mati. Kemudian Sang Kolano meminta masyarakat untuk membiarkan dahulu mayat orang itu hingga besok pagi, tetapi harus ditempatkan ditempat tertentu dan dijaga.
Selesai menyaksikan peristiwa itu, keduanya pulang kembali kerumah dan disana, Sang Nawo Sela, tidak lagi berlama-lama duduk, tetapi langsung meminta diri untuk pulang kekampung halamannya di Sinokaran. Sebelum ia pulang, ia berkata kepada Sang Kolano Parengkuan, dalam bahasanya yang Khas "Bagaimana dengan Kure i Toba" yang ia bawa dari tadi sore sebelum makan, mau diapakan ??? sambil menunjuk terhadap bungkusan yang ditaruh/disimpannya disudut tempat duduk diberanda rumah. Sang Kolano pada mulanya tidak menyadari bahwa bungkusan itu diperuntukan untuknya, di Sangkanya pakaian atau barang bawaan biasa dari Sang Nawo Sela. Oleh karena Sang Kolano bertanya apa yang ia maksudkan Kure i toba, lalu ia bertanya lagi apa yang sang Nawo maksudkan. Lalu Sang Nawo Sela berdiri dan memperlihatkan barang yang dibungkusnya dengan daun woka dan betapa kagetnya sang Kolano Parengkuan melihat sebuah kepala manusia dari Sang OYO BOLIONG yang tadi menghebohkan penduduk. Ternyata Sang Nawo Sela telah membunuhnya terlebih dahulu, sewaktu ia kembali dari Sinokaran ke rumah Sang Kolano. Setelah diperiksa Sang Kolano, kemudian disuruh oleh Nawo Sela agar kepala dari Oyo Boliong itu ditanamkan ditengah-tengah rumah sang Kolano agar terhindar dari mala petaka. Dan malam itu juga digalilah bagian tengah dari lantai rumah Sang Kolano lalu ditanamkan kepala Sang Oyo Boliong itu. Selesai penanaman kepala itu, Sang Nawo berkata kepada Sang Kolano, sekarang waktunya untuk pulang dan minta diri, tetapi sebelum ia pulang, Sang Kolano meminta duduk sejenak, ia ingin mengatakan sesuatu pesan istimewa untuk Sang Nawo Sela. Disanalah, Sang Kolano memberitahukan bahwa mulai hari itu, ia mendapatkan sebidang tanah didaerah dekat Pineleng, sebagai hadiah untuk tindakan yang telah diperlihatkannya bagi kebaikan masyarakat ddalam pemerintahannya. Sang Nawo berkata kepadanya, apakah pemberian itu sungguh-sungguh diberikannya atau hanya terpaksa. Tetapi sang Kolano katakan besok akan diperlihatkan tanah tersebut jika Sang Nawo Sela tidak keberatan untuk datang lagi dirumahnya. Sang Nawo Sela Katakan ya, kalau demikian, ia akan kembali besok tengah hari dan ingin melihat dimana tanah yang akan diberikan kepadanya itu. Demikian terjadi, Sang Nawo Sela mendapatkan sebidang tanah di dekat Negeri Pineleng, yang menurut cerita rakyat tempat itu dianggap keramat dan berbahaya bagi orang yang tidak mengerti adat istiadat untuk memasukinya apalagi menangkap ikan atau mengambil/memetik buah-buahan ditempat itu. Mungkin sekarang tidaklagi dianggap keramat, karena ilmu pengetahuan dan kepercayaan sekarang telah berbeda dengan kepercayaan masa lampau tersebut. Lebih-lebih dengan orang-orang telah menganut kepercayaan Agama Kristen, yang menolak segala kepercayaan Alifoeroe.
Menurut cerita rakyat, pengetahuan gaib juga digunakan oleh orang-orang tua masa lampau untuk melawan musuh dari Suku Bolaang Mongondow dan dari daerah sebelah utara gunung Soputan yang terdiri dari bermacam-macam suku. Dikenal nama seperti HOMOMIAT yang dikatakan bertubuh tinggi dan kakinya lebih panjang dari tubuhnya. Ialah yang pernah membinasakan seorang yang dianggap perampok dan pembunuh dari suku Bolaang yang datang merampas hasil-hasil hutan maupun padi didaerah Toundanouw. Iapun dianggap sakti karena berjalan tidak diatas tanah, jika pergi berperang, tetapi melewati puncak-puncak bukit dan pohon-pohon dengan ilmu kesaktiannya.
Suatu waktu terjadi penyerangan Suku Bolaang untuk merampas wilayah Toundanouw di Bagian Barat-Selatan, dan para baraney-baraney dikerahkan untuk mengadakan serangan balasan. Ternyata ketika Baraney-baraney masih sedang menuju kedaerah perang, Nawo Homomiat telah pulang dengan membawa sebuah kepala orang, lalu diperlihatkannya kepada baraney-baraney, untuk apa mau kesana lagi, sedangkan pemimpin musuh telah dipenggalnya. Apakah saudara-saudara, katanya tidak mendengar bunyi dahan-dahan dan ranting-ranting kayu patah ketika sedang menuju kedaerah musuh. Para Baraney mengatakan ya, mereka mendengar hal itu, tetapi tidak melihat apa-apa. Itulah, saudara-saudara punya kelemahan, belum memiliki ilmu seperti apa yang dia miliki. Lihatlah, inilah kepala orang yang anda semua mau serang. Mereka telah porak-poranda, kacau balau dan telah melarikan diri kehutan dibagian Barat Bolaang, karena pemimpinnya telah mati. Demikianlah beberapa cerita rakyat yang sempat saya petik di daerah Toundanouw.
Apabila permintaan dipenuhi, maka dimulailah pembuatan barang-barang pegangan seperti keris, batu-batuan ataupun benda-benda lain. Setiap kali burung tersebut mengiakan apa yang dimintakan, benda yang ditetiskan itu dikuatkan dengan kata-kata sakti. Semakin banyak kata-kata sakti yang dimintakan, sedemikian kuatlah kesaktian barang yang dimiliki. Barang sakti biasanya diberikan oleh sang Dewa atau roh leluhur dengan menyuruhnya mengambil disalah satu tempat tertentu. Barang-barang itu berupa tongkat ataupun keris yang disebut "Powahi" dan kalau tidak diberikan barang-barang tersebut, biasanya cukup diberikan batu-batuan yang difetiskan. Dalam peristiwa hanya diberikan batu-batuan yang difetiskan, maka orang yang diminta tersebut dianggap telah memiliki kesaktian sekalipun derajatnya dianggap belum memadai. Bagi mereka yang memiliki Keris (Powahi) atau tongkat sakti, yang diberikan oleh roh leluhur atau dewa, dianggap adalah orang-orang pilihan utama karena dianggap paling memenuhi syarat dalam segala perikehidupannya. Tongkat sakti dalam bahasa Toundanouw yang telah difetiskan biasanya disebut "LOKAB" dan barang-barang ini mengandung daya kekuatan yang luar biasa. Dengan tongkat atau powahi itu dapat disuruhnya membinasakan musuh dari jarak jauh dan tongkat (Lokab) atau powahi itu hanya dilemparkan keudara lalu menghilang dan pergi membunuh musuh tanpa kelihatan oleh pihak musuh, tiba-tiba saja musuh telah meninggal dunia. Tongkat seperti itu dapat juga menenggelamkan perahu-perahu musuh yang coba mendarat. Dalam cerita rakyat, tongkat kesaktian ini pertama dimiliki oleh Dotu Oki yang sampai sekarang masih ada juga orang-orang modern mencoba memilikinya, namun sia-sia. Barangkali jika tongkat tersebut masih terkubur didalam tanah, perlu diselidiki secara ilmiah dari mana dan siapa yang membuatnya sehingga dapat memberikan jawaban terhadap misteri tadi secara ilmiah. Menurut kepercayaan penduduk purba, orang yang paling sakti dan kuat, bila mana ia memiliki angka sakti bagi pegangannya sebanyak 99. Angka-angkapun berjumlah ganjil untuk kelas yang lebih rendah dan sampai yang terendah seperti 9 buah banyaknya. Orang-orang yang memiliki kekuatan sakti tersebut disebut "TOU PAHESA-ESAAN".
Selain pengetahuan sakti tersebut, juga didaerah Toundanouw (Tonsawang) zaman dahulu dikenal ilmu menghilang yang disebut "MAPONDOLONG". Seseorang yang memiliki ilmu menghilang disebut "TOU MAPONDOLONG". Ilmu gaib ini juga digunakan untuk menghancurkan musuh atau lawan. Biasanya orang yang memiliki pengetahuan menghilang ini disuruh pada waktu perang untuk pergi membinasakan pemimpin musuh tanpa pengerahan pasukan. Dengan tiba-tiba sang mapondolong telah berada dihadapan pemimpin musuh secara nyata. Sewaktu kepergiannya tidak satupun dari pihak musuh yang melihatnya, kecuali sang pemimpin yang ditujunya. Dalam keadaan berhadap-hadapan itu, diserangnya sang pemimpin musuh sehingga pihak pasukan lainnya baru dapat menyaksikan perang antar keduanya. Bagi yang mendekat dari pihak musuh akan mengalami kematian karena tiba-tiba saja ia tidak lagi berada ditempat telah membinasakan yang lain, lalu muncul lagi dengan sang pemimpin musuh.
Pengetahuan lainnya yang dikenal oleh masyarakat Suku Toundanouw (Tonsawang) pada jaman lampau ialah POLISOI. Pengetahuan Polisoi adalah ilmu berjalan dengan kecepatan yang luar biasa sehingga walaupun jarak yang dituju sangat jauh misalnya dari Tombatu ke Manado, dapat juga ditempuh oleh orang yang memiliki pengetahuan ini dengan waktu tidak lebih daripada 30 menit. Konon, menurut cerita rakyat, pada suatu hari seorang yang bernama NAWO SELA (Didaerah Tonsea dikenal dengan PASELA MANARINGSING) yang bermukim didaerah Sinokaran Tombatu mendapat pesan dari seorang Kolano dari Manado Airmadidi bernama PARENGKUAN. Didaerahnya selalu terjadi kekacauan, dimana rakyatnya setiap hari menemukan orang yang mati secara tiba-tiba. Menurut cerita rakyat, kematian dari orang-orang itu disebabkan oleh perbuatan OYO BOLIONG yang dianggap orang jahat dan merugikan kepentingan orang lain maupun usaha pemerintah. Telah diusahakan berbagai cara untuk melawannya, namun sia-sia.
Rupanya, Kolano Parengkuan mengetahui bahwa didaerah Toundanouw (Tonsawang) ada seorang yang dapat membantunya untuk diminta Nasihat tentang bagaimana cara membinasakan si OYO BOLIONG itu. Lalu, kolano mengutus 2 orang untuk pergi menemui sang Nawo Sela di Sinokaran Tombatu Masa lampau.
Kedua orang utusan tersebut berjalan melewati desa-desa selama 3 hari 3 malam, barulah mereka sampai didaerah Sinokaran melalui petunjuk warga didaerah itu. Dijumpainyalah NAWO SELA dan diceritakan apa yang dipesankan oleh Sang Kolano kepada kedua orang itu. Setelah bersoal jawab, kemudian sang Nawo Sela memutuskan agar kedua orang utusan itu pulang kembali dan memberitahukan kepada Sang Kolano bahwa ia akan segera menyusul untuk bertemu dengan Sang Kolano Parengkuan. Keesokan harinya, Nawo Sela pergi ke Kolano Parengkuan sesuai dengan undangan yang dipesankan oleh kedua orang utusan itu. Ternyata Sang Nawo hanya memerlukan waktu 30 menit telah sampai dirumah Sang Kolano, dan sesampainya disana, ditanyakannya kepada penduduk dimana rumah rumah Sang Kolano, dan ditunjukanlah tempat/alamatnya. Setiba didepan pintu pagar rumah, sang Nawo Sela melihat seorang pria sedang duduk didepan rumah, lalu disapanya, apakah tuan bernama Kolano Parengkuan, dijawab oleh tuan besar itu Ya, dan terus bertanya, siapa dan dari mana saudara datang ? Segera dijawab oleh Sang Nawo Sela, ia diminta datang kesini oleh 2 utusan tuan dan ia bernama SELA dari TOUNDANOUW (Tonsawang). Mendengar jawaban yang tegas itu, segera Sang Kolano mengetahui bahwa dialah yang dimintanya datang, lalu segera dipersilahkan masuk dan duduk didalam rumah. Dalam percakapan Sang Nawo Sela bertanya apa yang tuan maksudkan mengundangnya kemari, dan Sang Kolano menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam pemerintahannya, dimana setiap hari ditemukan orang meninggal secara menyedihkan. Sang Nawo Sela kemudian mengerti bahwa ini rupanya yang dimaksudkan oleh Sang Kolano mengundangnya datang.
Oleh karena Sang Nawo Sela tiba sudah pukul 16.00 petang dan percakapan telah berjalan satu jam lebih, lalu Nawo Sela meminta ijin untuk kembali ke kampungnya di Sinokaran. Tetapi sang Kolano meminta agar ia makan dulu baru pulang, dan lebih baik ia menginap malam itu saja baru hari esoknya pulang. Namun Sang Nawo Sela mendesak, agar ia pulang dahulu, nanti ia kembali lagi sebab kebiasaannya kalau makan harus minum saguer atau tuac baru dapat makan dengan enak. Mengingat ia mempunyai saguer di Sinokaran itu, lalu dengan ijin Sang Kolano ia berangkat pulang, karena yakin tidak mungkin Sang Nawo Sela menginap dirumahnya, walaupun sudah didesak untuk tinggal semalam. Pada kira-kira jam 18.30 malam, pulanglah Sang Nawo Sela kedaerah Sinokaran. Pada Jam 20.00 atau Jam 8 malam Sang Nawo Sela telah berada didepan rumah dari Kolano Parengkuan dengan membawa saguer dan sebungkusan barang. Sang Kolano malah tidak menyangka lagi bahwa Sang Nawo Sela akan kembali. Mendengar suara Sang Nawo Sela, kemudian pintu dibuka dan disuruh masuk. Ternyata sesampainya dirumah Sang Kolano, makanan dan minuman belum selesai dihidangkan. Sementara bercakap-cakap sejenak, tiba-tiba muncul orang-orang disekitar rumah Sang Kolano datang menghadap Kolano menceritakan bahwa Oyo Boliong telah meninggal dengan kepalanya tiada bersama tubuhnya lagi. Lalu sang Kolano mengatakan kepada rakyat yang menghadapnya agar pulang nanti ia akan menyusul untuk melihatnya, dengan alasan ia ada tamu dirumah dan setelah selesai makan barulah ia akan pergi melihat kejadian itu.
Selesai makan, kemudian sang Kolano meminta kepada Sang Nawo Sela untuk pergi bersama-sama menyaksikan peristiwa itu. Lalu keduanya berangkat ketempat yang dilaporkan. Sesampainya ditempat kejadian itu, orang-orang sedang berkumpul juga turut melihat peristiwa kematian orang yang dianggap mereka paling ditakuti karena kebengisannya. Orang-orang juga bertanya kesana-kemari, perbuatan siapa ini, yang menyebabkan kematian orang yang mereka anggap paling bengis dan kejam. Tetapi semua orang bergembira bahwa orang yang ditakuti mereka itu telah mati. Kemudian Sang Kolano meminta masyarakat untuk membiarkan dahulu mayat orang itu hingga besok pagi, tetapi harus ditempatkan ditempat tertentu dan dijaga.
Selesai menyaksikan peristiwa itu, keduanya pulang kembali kerumah dan disana, Sang Nawo Sela, tidak lagi berlama-lama duduk, tetapi langsung meminta diri untuk pulang kekampung halamannya di Sinokaran. Sebelum ia pulang, ia berkata kepada Sang Kolano Parengkuan, dalam bahasanya yang Khas "Bagaimana dengan Kure i Toba" yang ia bawa dari tadi sore sebelum makan, mau diapakan ??? sambil menunjuk terhadap bungkusan yang ditaruh/disimpannya disudut tempat duduk diberanda rumah. Sang Kolano pada mulanya tidak menyadari bahwa bungkusan itu diperuntukan untuknya, di Sangkanya pakaian atau barang bawaan biasa dari Sang Nawo Sela. Oleh karena Sang Kolano bertanya apa yang ia maksudkan Kure i toba, lalu ia bertanya lagi apa yang sang Nawo maksudkan. Lalu Sang Nawo Sela berdiri dan memperlihatkan barang yang dibungkusnya dengan daun woka dan betapa kagetnya sang Kolano Parengkuan melihat sebuah kepala manusia dari Sang OYO BOLIONG yang tadi menghebohkan penduduk. Ternyata Sang Nawo Sela telah membunuhnya terlebih dahulu, sewaktu ia kembali dari Sinokaran ke rumah Sang Kolano. Setelah diperiksa Sang Kolano, kemudian disuruh oleh Nawo Sela agar kepala dari Oyo Boliong itu ditanamkan ditengah-tengah rumah sang Kolano agar terhindar dari mala petaka. Dan malam itu juga digalilah bagian tengah dari lantai rumah Sang Kolano lalu ditanamkan kepala Sang Oyo Boliong itu. Selesai penanaman kepala itu, Sang Nawo berkata kepada Sang Kolano, sekarang waktunya untuk pulang dan minta diri, tetapi sebelum ia pulang, Sang Kolano meminta duduk sejenak, ia ingin mengatakan sesuatu pesan istimewa untuk Sang Nawo Sela. Disanalah, Sang Kolano memberitahukan bahwa mulai hari itu, ia mendapatkan sebidang tanah didaerah dekat Pineleng, sebagai hadiah untuk tindakan yang telah diperlihatkannya bagi kebaikan masyarakat ddalam pemerintahannya. Sang Nawo berkata kepadanya, apakah pemberian itu sungguh-sungguh diberikannya atau hanya terpaksa. Tetapi sang Kolano katakan besok akan diperlihatkan tanah tersebut jika Sang Nawo Sela tidak keberatan untuk datang lagi dirumahnya. Sang Nawo Sela Katakan ya, kalau demikian, ia akan kembali besok tengah hari dan ingin melihat dimana tanah yang akan diberikan kepadanya itu. Demikian terjadi, Sang Nawo Sela mendapatkan sebidang tanah di dekat Negeri Pineleng, yang menurut cerita rakyat tempat itu dianggap keramat dan berbahaya bagi orang yang tidak mengerti adat istiadat untuk memasukinya apalagi menangkap ikan atau mengambil/memetik buah-buahan ditempat itu. Mungkin sekarang tidaklagi dianggap keramat, karena ilmu pengetahuan dan kepercayaan sekarang telah berbeda dengan kepercayaan masa lampau tersebut. Lebih-lebih dengan orang-orang telah menganut kepercayaan Agama Kristen, yang menolak segala kepercayaan Alifoeroe.
Menurut cerita rakyat, pengetahuan gaib juga digunakan oleh orang-orang tua masa lampau untuk melawan musuh dari Suku Bolaang Mongondow dan dari daerah sebelah utara gunung Soputan yang terdiri dari bermacam-macam suku. Dikenal nama seperti HOMOMIAT yang dikatakan bertubuh tinggi dan kakinya lebih panjang dari tubuhnya. Ialah yang pernah membinasakan seorang yang dianggap perampok dan pembunuh dari suku Bolaang yang datang merampas hasil-hasil hutan maupun padi didaerah Toundanouw. Iapun dianggap sakti karena berjalan tidak diatas tanah, jika pergi berperang, tetapi melewati puncak-puncak bukit dan pohon-pohon dengan ilmu kesaktiannya.
Suatu waktu terjadi penyerangan Suku Bolaang untuk merampas wilayah Toundanouw di Bagian Barat-Selatan, dan para baraney-baraney dikerahkan untuk mengadakan serangan balasan. Ternyata ketika Baraney-baraney masih sedang menuju kedaerah perang, Nawo Homomiat telah pulang dengan membawa sebuah kepala orang, lalu diperlihatkannya kepada baraney-baraney, untuk apa mau kesana lagi, sedangkan pemimpin musuh telah dipenggalnya. Apakah saudara-saudara, katanya tidak mendengar bunyi dahan-dahan dan ranting-ranting kayu patah ketika sedang menuju kedaerah musuh. Para Baraney mengatakan ya, mereka mendengar hal itu, tetapi tidak melihat apa-apa. Itulah, saudara-saudara punya kelemahan, belum memiliki ilmu seperti apa yang dia miliki. Lihatlah, inilah kepala orang yang anda semua mau serang. Mereka telah porak-poranda, kacau balau dan telah melarikan diri kehutan dibagian Barat Bolaang, karena pemimpinnya telah mati. Demikianlah beberapa cerita rakyat yang sempat saya petik di daerah Toundanouw.
0 komentar:
Posting Komentar