Sabtu, 17 Januari 2015

Adat Istiadat Suku Toundanouw/Tonsawang Part.2

Pada postingan saya sebelumnya yaitu mengenai adat istiadat Suku Toundanouw, dimana berisikan tentang Kalakeran dan Perkawinan bagi yang belum membacanya klik aja disini, namun saat ini saya akan melanjutkan adat istiadat yang ada disuku Toundanouw (Tonsawang). Ok....Lanjutkan membacanya...!!!

KEHAMILAN DAN PEMBERIAN NAMA

Pada waktu Agama Kristen belum dipeluk oleh penduduk didaerah ini, maka selama masa kehamilan dari seorang isteri, maka suami harus mentaati bermacam-macam ketentuan berupa larangan. Larangan-larangan ini disebut dalam bahasa Toundanouw (Tonsawang) "Indies" yaitu tidak boleh mengolok-olok orang atau memaki sesama manusia atau mengumpat, tidak boleh berjalan dibawah tali jemuran pakaian, tidak boleh tidur dengan tangan ditumpangkan diatas kepala, tidak boleh duduk atau berdiri didepan pintu, tidak boleh membuat simpul tali atau benang, tidak boleh bertengkar, tidak boleh menakut-nakuti isteri, tidak boleh memakan buah pisang yang berpasangan (dalam bahasa Toundanouw/Tonsawang disebut "SEWANG"), tidak boleh membunuh binatang, dll.

Bilamana waktu telah mendekati kelahiran bayi, sang suami dan isteri harus memenuhi kewajiban antara lain semua pintu, jendela, peti pakaian, lemari dibuka tidak dalam keadaan tertutup, dan sang suami harus berada ditempat, tidak boleh pergi jauh-jauh misalnya kekebun, tetapi siap menanti kedatangan bayinya. menurut kebiasaan dimasa lampau, dengan mematuhi indies dan kewajiban tersebut, diharapkan bayi yang lahir maupun sang isteri hidup dengan keadaan segar-sehat tanpa rintangan atau halangan. Sang suami setelah mendapatkan bayinya wajib menengoknya dan memberi tahu apa nama sang bayi pada waktu tali pusarnya dipotong.

PEMBERIAN NAMA

Jika bayi yang lahir itu dipotong tali pusarnya oleh Dukun beranak (Balian)-Bidan pengertian sekarang-, dengan sembilu dari bambu kecil yang tajam (disebut "Teteba"), pada saat itulah diberikan nama kepada sang bayi menurut pilihan orang tuanya. Nama yang diberikan ini disebut "Ngalan be worog i pused" dan setiap nama yang diberikan mengandung arti dan harapan dari orang tuanya dimasa depan. Anak yang masih kecil (bayi) laki-laki disebut "AMBE", sedang nama bagi bayi perempuan disebut "NENE".

Pada waktu sekarang, larangan-larangan seperti tersebut diatas sudah tidak lagi dipatuhi secara penuh, karena perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Tetapi mengenai sebutan atau nama bayi masih tetap berlaku. Dalam pemberian nama pada waktu pemotongan tali pusar, sudah agak longgar dan biasanya nama diberikan pada waktu bayi dibaptiskan/penyerahan. Umumnya dengan perkembangan jaman, nama-nama yang diberikan bersumber dari Nama Dotu atau Kakek-Nenek, Nama-nama dari Alkitab, atau meniru nama-nama orang besar, Tokoh-tokoh masyarakat, Pemerintah, gereja dan nama-nama terkenal didunia barat/artis. Dewasa ini semakin jarang orang-orang tua di Toundanouw (Tonsawang) memberikan nama kepada anaknya dari nama Dotu atau Kakek-Nenek atau para pahlawan-pahlawan masa dahulu. Padahal nama-nama asli diwaktu lampau tidak kalah baiknya dengan nama-nama sekarang.

PENGAKUAN DAN PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI)

Pada jaman dahulu, apabila seorang wanita mengandung tetapi tidak ada seorang pria yang mengakui dia sebagai isterinya atau mengakui kehamilan yang terjadi akibat hubungan antar keduanya, maka anak yang lahir kemudian biasanya memakai nama keluarga pihak wanita. Adakalanya keluarga dari pihak wanita mencoba membujuk sang wanita untuk memberitahukan siapa yang menyebabkan kehamilan dirinya dan bilamana diketahui maka diusahakan untuk mendekati pria tersebut lalu ditanyakan apakah ia bermaksud mencelakakan sang wanita itu. Bilamana dalam pendekatan sang pria menyatakan hendak mengakui anaknya saja yang lahir, maka sang pria memberitahukan kepada pihak keluarga wanita bahwa walaupun ia tidak akan mengawini wanita itu, namun ia hendak mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya. Maka selama anak itu ditangan siwanita, ia harus mengirimkan atau mengongkosi anak tersebut sampai tiba saatnya ia berumah tangga.

Tetapi ada kalanya, sang wanita menolak tindakan sang pria yang hanya menyatakan kehendak dan berbuat demikian, sehingga anak tersebut dalam pemeliharaan sang wanita sampai dewasa atau berumah tangga. Dalam hal seperti ini, maka anak tersebut tetap menggunakan nama sang keluarga wanita dan mencoba untuk tidak memberitahukan siapa ayahnya yang sebenarnya. Walaupun pengakuan anak yang lahir diluar nikah ini jarang terjadi, namun ada kalanya, sepasang suami isteri yang tidak mendapatkan keturunan mengambil anak tersebut melalui persetujuan dari sang wanita atau Ibu daripada anak tadi. Bilamana sepasang suami isteri mengakui anak itu sebagai anaknya sendiri, maka nama anak itu diberikan nama menurut nama keluarga dari pihak suami yang mengakui anak itu sebagai anaknya sendiri. Ini membawa akibat bahwa dalam pembahagian warisan, anak yang diakui itu akan mewarisi semua harta peninggalan dari kedua suami-isteri atau ayah-ibunya itu. Oleh karena cara ini menimbulkan protes dari pihak keluarga pria dan wanita yang mengakui anak itu, terutama dalam soal warisan, akhirnya pengakuan anak seperti itu ditiadakan sampai sekarang ini.

Di Toundanouw baik jaman dahulu sampai sekarang juga masih berlaku mengangkat anak atau adopsi. Bagi orang-orang Toundanouw (Tonsawang) hal mengangkat anak disebut dengan "TINAKENG A KANOMBAL" yang artinya "Tinakeng"=angkat, "A Kanombal" artinya diatas kulit pelepah pembungkus batang pinang. Pada waktu seorang atau sepasang suami-isteri yang telah lama tidak mendapat keturunan mungkin oleh karena mandul akibat sakit masa lampau, mengangkat anak, maka biasanya ia mengangkat anak yang disebut Bayi. bayi tersebut sebelum lahir telah dimintakannya kepada sepasang suami-isteri melalui musyawarah. Bilamana si suami-isteri akan mengandung dan melahirkan seorang bayi, dimintakannya untuk menjadi anaknya sendiri. Jika hal ini disetujui oleh sang isteri dan suami yang memiliki bayi tersebut, maka pada waktu bayi lahir maka pada saat itu juga ia dibawa dengan kanombal kerumah sang suami-isteri yang mengangkatnya. Oleh karena itu cara pengangkatan anak yang demikian itu disebut "Tinakeng a kanombal" atau disebut juga "PINEBATA", artinya diangkat menjadi anaknya sendiri secara sah atau resmi.

Anak yang diangkat atau Pinebata/Tinakeng a Kanombal itu diberi nama menurut suami-isteri yang mengangkatnya dan ia memelihara anak itu sampai besar hingga berumah tangga tetap diakui sebagai anaknya sendiri. Dengan ini ia berhak memperoleh warisan dari Ibu-Bapanya yang mengangkatnya sebagai anak. Warisan yang didapatkannya bersifat abadi artinya menerima semua harta peninggalan dari ayah-ibu pengangkatnya. Pengangkatan anak ini menurut L.ADAM adalah adopsi yang sejati di Minahasa dan memang hanya terdapat didaerah Tonsawang. Adakalanya yang mengadopsi bayi tersebut mereka yang telah mempunyai anak laki-laki tetapi tidak mempunyai anak perempuan, dan juga mempunyai anak perempuan tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Namun pengangkatan anak seperti itu juga dilakukan menurut tata-cara tersebut diatas. Selama bayi tersebut dalam pemeliharaan si pengangkat, maka orang tuanya (Ibunya yang sebenarnya) datang menyusui sang bayi sampai ia lepas menyusu. Sebagai imbalan atas pemberian bayinya itu, maka si pengangkat anak (Bayi) tersebut biasanya memberikan tanah atau kebun pece (sawah) kepada keluarga si pemberi bayi yang menjadi haknya sampai selama-lamanya.

Walaupun hal yang terakhir ini sangat jarang terjadi didaerah Toundanouw (Tonsawang), namun ada kalanya orang tua yang merasa simpati kepada satu keluarga yang tidak seketurunan dengannya mengangkat anak orang lain dengan istilah dalam bahasa setempat (Toundanouw/Tonsawang) "PINANGUAAN/PINEPANGUAAN", memberitahukan telah mengangkat (anak). Sebagai contoh bilamana seorang tua bersimpati kepada seorang anak dari keluarga lain ia datang mengatakan kepada Ibu-Bapak sang anak bahwa anaknya ia ingin angkat sebagai anaknya sendiri. Bilamana disetujui oleh Ibu-Bapak tersebut, maka anak itu dianggap telah mempunyai Bapa dan Ibu angkat. Cara inilah yang disebut "PINANGUAAN". Anak tersebut tidak tinggal dirumah keluarga yang mengangkat tetapi tetap dirumah keluarganya sendiri. Namun demikian sewaktu-waktu anak itu dapat pergi kerumah keluarga yang mengangkat tetapi tidak terus bertempat tinggal disana. Anak yang diangkat biasanya kira-kira berumur 7 tahun sampai 12 tahun. Si pengangkat anak ini biasanya memberikan tanah atau sawah kepada anak angkatnya sebagai bukti simpatinya yang jujur atau ikhlas.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More