Senin, 19 Januari 2015

Pemerintahan Zaman Purba (Khususnya di Minahasa) Part.1

Sebelum Bangsa Barat datang di Tanah Minahasa, telah ada pemerintahan yang diselenggarakan oleh Suku-suku di Tanah Minahasa, yang sangat berhubungan dengan sistim Pemerintahan Purba di Minahasa adalah Kepercayaan dan Adat-Kebiasaan yang dianut oleh pemimpin-pemimpin masyarakat dan yang diikuti oleh warganya. Untuk menelusuri sistim pemerintahan purba di Minahasa, saya akan mengetengahkan terlebih dahulu mengenai proses pembentukan keluarga hingga kaitan dengan kepercayaan sampai terbentuknya sistim pemerintahan. Hal ini dimaksudkan agar uraian-uraian berikutnya dapat mudah dipahami, karena sumber-sumber yang secara khusus menganalisa sistim pemerintahan purba di Minahasa masih sangat langka. Oleh karena itu, memandang kepada proses pembentukan keluarga dengan kepercayaan manusia Minahasa Purba, barangkali dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan bagaimana sistim Pemerintahan Purba di Minahasa.

Orang-orang Minahasa pada umumnya mengakui dirinya keturunan Lumimu'ut dan Toar. Kedua insan itu setelah kawin merupakan keluarga inti pertama yang kemudian dianggap sebagai Nenek-Moyang dan menurunkan bangsa Minahasa. Lumimu'ut menurut Prof. Dr. WILKEN adalah seorang "Prinses", namun sebelum Lumimu'ut ditemukan di pantai, telah ada manusia di Minahasa waktu itu yang disebut KAREMA dan Karema-lah yang telah membawa Lumimu'ut ke Gunung Wulur Mahatus dibagian Selatan tanah Minahasa. Ialah yang telah memelihara Lumimu'ut dan menyuruhnya mengembara setelah anaknya Toar akil balik untuk mencari pasangan. Demikian pula, Toar anaknya Lumimu'ut disuruh mengembara untuk mencari pasangan hidupnya. Konon, suatu ketika kedua insan ini bertemu kembali dan oleh Karema mereka dikawinkan sehingga menjadi Suami-Isteri. Dari kedua insan itu kemudian melahirkan anak-anak dan cucu-cicit sampai menjadi kaum keluarga yang besar.

Berdasarkan cerita itu, timbul pertanyaan pula bagaimana mereka hidup pada zaman purba ??? Seperti pada postingan saya terdahulu, manusia purba Minahasa dalam mempertahankan hidup mereka adalah dengan menerima tumbuh-tumbuhan, binatang yang disediakan oleh alam sekitarnya. Sebagaimana sejarah hidup bangsa-bangsa didunia lainnya pada masa primitif, mereka mencari tempat berteduh dan makan disekitar sungai ataupun danau serta pantai. Itulah sebabnya Karema sering ke pantai juga mencari makan tetapi ia beruntung menemukan seorang wanita yang sedang malang, Lumimu'ut. Ia kemudian membawa Lumimu'ut kedaerah dekat sungai Ranoyapo dipegunungan Wulur Mahatus. Sungai Ranoyapo berasal dari kata "RANO i OPO" yang berarti Air tempat minum dan mandi para OPO (Dewa). Disungai ini terdapat ikan maupun udang, Biak (Kolombi). Tempat kedua insan tersebut cukup beralasan secara ilmiah dan setelah Lumimu'ut dan Toar berketurunan maka kaum keluarga/keturunannya juga mencari daerah-daerah yang dapat memberi mata pencaharian. Mereka tersebar di sekitar danau besar di sebelah Utara-Timur pegunungan Wulur Mahatus yaitu didaerah Toundanouw/Tonsawang. Danau itu sebelumnya cukup besar, tetapi setelah dialirkan oleh Tonaas Lelengboto sebagaimana pada postingan saya sebelumnya (klik disini atau disini), kemudian sisa-sisa danau itu tinggal kecil yang kini salah satunya dikenal dengan nama "Danau Bulilin". Disekitar daerah inilah keturunan Toar dan Lumimu'ut bermukim di zaman purba. Jadi mereka pada mulanya hidup dengan berburu dan menangkap ikan serta memakan buah-buahan yang disediakan oleh alam.

Sebagaimana masyarakat purba dibagian-bagian dunia lainnya, maka mereka pun menganut suatu kepercayaan yang sesuai dengan keyakinan dan jalan pikiran mereka. Seperti masyarakat primitif lainnya, mereka percaya bahwa ada yang lebih berkuasa atas hidup dan kehidupan mereka, baik pribadi maupun kelompok. Mereka percaya bila terjadi bencana alam, hujan deras, banjir atau gempa dan segala sesuatu yang menakutkan sehingga mereka tidak tentram adalah disebabkan oleh perbuatan supernatural yang berkuasa. Daya berpikir mereka pada umumnya masih sangat sederhana dan umumnya pengetahuan indra yang lebih memegang peranan, analisa dan berpikir secara mendalam belum berlaku, alam sekitarnya dan manusia masih menyatu, bahkan kehidupan manusia purba lebih dikuasai alam dari manusia menguasai alam. Itulah sebabnya mereka percaya bahwa orang-orang yang meninggal jiwanya tetap berada di dunia dan sewaktu-waktu akan menampakan diri dalam bentuk tanda yang lain dan bersinggah sana digunung atau tempat-tempat tertentu yang kemudian dianggap mereka sebagai keramat. Mereka percaya roh atau jiwa nenek-moyang yang telah meninggal dunia mengawasi tindak tanduk mereka yang masih hidup, karenanya roh atau jiwa nenek-moyang mereka itu bisa mendatangkan bencana kepada hidup dan kehidupan mereka jika tidak dipelihara dengan baik. Oleh karena roh atau jiwa nenek-moyang itu bertempat tinggal diberbagai lokasi tertentu, maka timbul pula sebutan Dewa Gunung, Air, dan lain sebagainya. Kepercayaan akan banyak dewa ini disebut "Polytheisme". Dewa atau roh dan jiwa nenek-moyang itu disebut dalam berbagai bahasa daerah suku di Minahasa seperti Opok, Opo, atau Empung. Kepercayaan terhadap kekuatan Opok, Opo atau Empung itu, melahirkan berbagai bentuk upacara rituil-religi dan adat kebiasaan yang menjadi pedoman hidup bagi tingkah laku manusia purba dalam bergaul, berkeluarga, berkelompok, bermasyarakat serta aspek-aspek kehidupan lainnya seperti berburu, bertani, dan bertempat tinggal. Upacara-upacara berdasarkan kepercayaan mereka melahirkan juga berbagai larangan atau poso seperti poso negeri ataupun poso keluarga dan lain-lain.

Dari uraian singkat diatas, timbul pertanyaan siapakah yang menjadi pemimpin upacara-upacara rituil-religi pada manusia purba Minahasa ??? Jikalau dikatakan tadi Lumimu'ut dan Toar yang pertama menjadi keluarga inti di Minahasa, maka KAREMA-lah yang mula pertama pemimpin upacara rituil-religi, dan dialah yang telah membawa Lumimu'ut dan Toar menjadi suami-isteri dan berdiam di gunung Wulur Mahatus. Atas perintahnyalah, kedua insan itu mengembara untuk berjumpa kembali. Kedua insan itu patuh atas perintahnya dan Dialah yang telah menjadi Dukun Beranak yang membantu melahirkan Toar dari Lumimu'ut. Karema adalah seorang wanita tua yang sudah berpengalaman hidup, dengan belas kasihnyalah Toar menjadi manusia dan ialah yang telah menjadi sumber kebanggaan Sang Nenek Karema telah lama menanti kehadiran seorang Putera. Dari berbagai cerita dikatakan sang Nenek Karema berkali-kali meminta kepada penguasa alam raya agar Lumimu'ut yang sedang hamil ketika dijumpainya dipantai, melahirkan seorang putera. Setelah Lumimu'ut melahirkan bayi laki-laki, sang neneklah yang kemudian memberikan nama pada anaknya Lumimu'ut "TOAR".

Alkisah, Sang Nenek Karema bertanya kepada Lumimu'ut, nama gerangan apa yang hendak diberikan kepada bayi laki-laki ini. Keduanya, terdiam lama, sebab misteri mengisi pikiran kedua insan itu, siapakah Pria yang telah membuat Lumimu'ut hamil/mengandung. Misteri ini tidak terjawab, dan Karema dengan kasih sayang meminta persetujuan Lumimu'ut, baiklah kita berikan namanya saja TOARI. Mengapa Toari, bukan adam dan sebagainya. Konon, Toari berarti manusia yang tidak diketahui asalnya dari siapa. Menurut bahasa Toundanouw (Tonsawang) Tow artinya Orang/Manusia, Ari artinya tidak tahu/tidak diketahui. Dengan kisah itu, dapat diketahui bahwa Karemalah orang yang menjadi pemimpin sekaligus berfungsi sebagai Dukun yang pandai. Dukun yang pandai serta berpengalaman ini dalam berbagai bahasa Suku di Minahasa disebut "WALIAN", dan didaerah Toundanouw (Tonsawang) W ditulis B, jadi "BALIAN". Oleh karena itu Walian bisa berarti Pemimpin tetapi juga dapat disebut Dukun. Dalam masyarakat Purba Minahasa Pemimpin ini dilukiskan sebagai orang yang mengetahui segala seluk beluk keturunan dan kepercayan serta adat istiadat. Ia sangat dipatuhi dan berwibawah.

Pengaruhnya dalam masyarakat purba Minahasa lama-kelamaan menempati kedudukan yang khas. Ia dianggap pemimpin yang mengetahui kemauan para Opo, Opok atau Empung. Sebagai contoh, jika Sang Balian ditanyakan oleh cucu-nya mengapa ia berbuat kebajikan kepada orang lain ??? Jawabannya tidak lain karena suruhan atau perintah Sang Opo, Opok atau Empung. Bagaimana sang Opo atau Empung memberikan kepadanya ??? dijawabnya melalui tanda-tanda berupa mimpi atau bunyi suara burung. Jelasnya apa yang berada dalam pikiran sang Balian adalah kepercayaan yang dianutnya dan dalam penuturan umumnya mereka menceritakan kepada anak atau cucu-cicit atas pengalaman yang pernah mereka lalui/alami. Dengan demikian pengetahuan indra dan pengalaman hidup mereka menjadi sumber pendidikan bagi anak-anak atau cucu-cicitnya, dan bukan pengetahuan analisis sebagaimana manusia pada jaman sekarang. Segala pengalaman hidup mereka tidak dapat dipisahkan dengan apa yang terjadi di dalam lingkungan hidup mereka masa purba. Keterbatasan inilah yang menyebabkan daya pikiran mereka dikuasai alam.

Dengan perkataan lain, alam menguasai pikiran mereka demikian pula segala tingkah-laku mereka dalam berkeluarga, bermasyarakat, bertani maupun bertempat tinggal, dll. Kepercayaan mereka berkembang pula sesuai dengan perkembangan masyarakat dan bilamana pemimpin-pemimpin mereka itu seperti Balian tetap berwibawa dan terus menunjukan kekuatan ilmunya, maka orang-orang disekelilingnya pun ikut serta menganut kepercayaan itu. Jadi sumber pewarisan nilai-nilai kepercayaan itu, juga berasal dari sang pemimpin mereka. Makin kuat dan mampu sang Pemimpin memperlihatkan ilmunya makin patuhlah sang pengikutnya. Tetapi makin pudar kemampuan sang pemimpin, membawa akibat ketidak percayaan pengikutnya. Apabila pemimpin seperti Balian itu tetap mempertahankan ilmu dan kepercayaannya sampai hayatnya, ia kemudian diberikan tempat yang sesuai dengan jabatannya pada waktu kematiannya. Dalam upacara penguburan jenasahnya, diadakan pesta besar dari penduduk dengan berbagai tari-tarian khas. Roh atau jiwanya diberikan tempat berupa rumah jiwa yang disebut dalam bahasa Toundanouw (Tonsawang) "BALOSONG". Kalau ia laki-laki maka rumah jiwa itu disebut "Balosong Tokalasong", dan jika wanita disebut "Balongsong atau Balosong Tokalasing". Lama kelamaan cara penguburan sang Balian menjadi umum pada zaman purba, sehingga semua orang yang percaya atas AGAMA SUKU ditempatkan Balosong tersebut diatas kuburan orang yang telah mati. Umumnya pada zaman purba, Balian/Walian menempati posisi penting atau kedudukan tinggi dalam susunan masyarakat, sebagai pemimpin dan sebagai Dukun.

Dengan bertambah banyaknya kaum keluarga dari satu keturunan manusia Purba Minahasa, kemudian terbentuk taranak-taranak yang bermukim diberbagai tempat. Awalnya adalah keluarga inti, kemudian anak-anak yang telah kawin membentuk pula keluarga inti kedua dan seterusnya menurut banyaknya anak-anak. Dari anak-anak yang telah kawin juga demikian seterusnya sehingga bercucu-cicit. Pada akhirnya mereka membentuk kelompok-kelompok kaum keluarga menurut garis keturunan mereka. Ketika Karema, Lumimu'ut dan Toar masih merupakan keluarga pertama, tampak garis keturunan Matrilineal berlaku pada masa itu. Tetapi jika terjadi kematian sang suami bisa juga terjadi Isterilah yang menjadi Kepala Keluarga. Namun setelah TOAR meninggal mungkin Lumimu'utlah yang menjadi Kepala Keluarga, dan Jika Lumimu'ut yang meninggal lebih dahulu, mungkin Toar-lah yang menjadi Kepala Keluarga. Kiranya cukup beralasan, bahwa setelah pemimpin-pemimpin keluarga inti manusia purba Minahasa itu meninggal dunia, maka terjadi perubahan kepemimpinan dalam keluarga taranak atau keturunan mereka itu. Karenanya menurut penyelidikan J.A.WOROTIKAN seorang bekas kepala Distrik, maka pemerintahan yang tertua di Minahasa Purba bersifat PATRIARCHAAT, yaitu suatu aturan yang memandang ayah sebagai Kepala Keluarga/Rumah tangga atau adanya seorang laki-laki kepala suatu keluarga. Dan tiap-tiap family bersatu disekitar seorang kepala, yang adalah pemimpin atau kepala urusan keagamaan dan hukum (Aturan-aturan adat-istiadat maupun kebiasaan).

Dengan berkembangnya keturunan atau taranak dalam beberapa abad kemudian, maka pemimpin-pemimpin taranak itu menempati posisi penting dalam susunan masyarakat purba Minahasa. Kira-kira pada abad ke-V dan ke-VI, telah terbentuk golongan-golongan masyarakat, mulai dari golongan yang paling berkuasa dan berpengaruh sampai kepada golongan yang kurang berkuasa dan berpengaruh. Golongan yang paling berkuasa terdiri dari kepala-kepala taranak yang juga berfungsi sebagai kepala keluarga dan Balian maupun Tonaas. Menurut cerita, Kaum keluarga atau Taranak keturunan dari Toar dan Lumimu'ut ada sembilan kaum keluarga yang masing-masing dipimpin oleh Balian dan Tonaas. Karena terdapat sembilan kaum taranak yang masing-masing dipimpin oleh Balian dan Tonaas, mereka atau golongan ini disebut "MAKARUA SIOW". Makarua artinya bersama-sama bekerja yaitu Tonaas dan Balian. Kedua orang ini bekerja sama tak terpisahkan satu dengan yang lain, mereka adalah satu. Balian berfungsi selaku pemimpin Agama/kepercayaan dan adat istiadat, sedangkan Tonaas selaku pemimpin taranak baik dalam pencaharian maupun melindungi kaum taranak dari bahaya musuh atau kekuatan luar. Dengan sistim ini maka yang dimaksud dengan MAKARUA SIOW adalah susunan masyarakat yang dipimpin oleh 2 orang Kepala dari 9 Taranak masing-masing, sehingga golongan pemimpin/kepala terdapat 18 orang yaitu BALIAN dan TONAAS. Mereka semuanya satu dalam pemerintahan taranak dengan adat istiadat yang bersumber atau berpangkal tolak dari kepercayaan mereka. Atas kepercayaan dan kemampuan mereka memimpin dan menolong orang-orang lainnya, kemudian mereka dianggap sebagai penjelmaan Opo/Opok atau Empung untuk memimpin taranak dengan sebaik-baiknya.

Dalam cerita tua di daerah Toundanouw (Tonsawang), kesembilan taranak yang dipimpin oleh Balian dan Tonaas itu tidaklah semua menurunkan pengganti-penggantinya. Dikatakan, bahwa dari 18 Pemimpin itu hanyalah 7 orang Balian dan Tonaas yang menurunkan pengganti-pengganti mereka, sedangkan yang lain meninggal sebelum mendapatkan pengganti dan kalaupun ia hidup tidak juga mendapat pengganti. Dengan perkataan lain terdapat Balian dan Tonaas yang tidak mendapatkan keturunan sampai meninggalnya. Sebagai akibat, maka taranak-taranak yang kehilangan pemimpin digabungkan dengan taranak-taranak lainnya dibawah satu kepemimpinan Tonaas dan Balian. Dari ketujuh Balian dan Tonaas itu dikatakan menurunkan beberapa orang anak. Biasanya Balian dan Tonaas mengangkat anak yang tertua, kedua dan ketiga sebagai pemimpin negeri taranak jika mereka telah dewasa dan memahami adat istiadat. Sedangkan anak-anak mereka yang lainnya diserahi kedudukan-kedudukan khusus dalam masyarakat atau menjadi calon pengganti bilamana salah satu dari Kakak mereka itu meninggal dunia atau cacat seumur hidup sehingga tidak dapat memegang jabatannya lagi.

Oleh karena ketujuh taranak itu masing-masing bertambah banyak, maka Balian dan Tonaas itu mengangkat pemimpin negeri taranak dibawah lingkungan taranak Um Banua yang dipimpin oleh Tonaas dan Balian. Taranak Negeri adalah merupakan sub sistem kekerabatan yang lebih kecil dibawah lingkungan Taranak Um Banua. Jika semula anggota-anggota warganya berasal dari satu garis keturunan yang sama, maka taranak negeri ini telah bersifat pluralistis disebabkan datangnya orang-orang lain yang tidak diketahui lagi garis keturunannya. Walaupun demikian, pendatang-pendatang itu diterima oleh kaum taranak dan bahkan dibolehkan kawin dengan penduduk asli sepanjang pendatang baru itu dapat menerima adat istiadat yang dipegang oleh penduduk asli. Pendatang-pendatang itu dikatakan berasal dari pulau seberang lautan. Sub sistem kekerabatan atau negeri itu dipimpin oleh anak yang tertua dari Tonaas atau Balian. Mereka ini kemudian disebut Kepala Negeri atau Kepala Kampung yang dalam bahasa daerah namanya PAMATUAN. Pamatuan juga disebut PAHINDON MATUA, karena mereka adalah diambil dari anak yang tertua dari keturunan Tonaas dan Balian. PAHINDON artinya diambil, sedangkan MATUA adalah Tua, sehingga dapat juga diartikan dituakan oleh kaum kerabat. Oleh karena ketujuh taranak Um Banua terbentuk sub-sistem kekerabatan yang lebih kecil tadi dan dipimpin oleh Pamatuan, maka dari jumlah sub-sistem taranak atau negeri tadi terdapat 7 orang pemimpin/Pamatuan, dibawah naungan pemimpin Taranak Um Banua.

Bersambung to Part.2 ....!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More