Jumat, 02 Januari 2015

Kehidupan Manusia Purba dan Terbentuknya Suku di Minahasa Part 1

Selain menguaraikan lebih lanjut mengenai terbentuknya suku-suku di Minahasa khususnya, ada baiknya saya akan memaparkan terlebih dahulu mengenai tingkat-tingkat hidup manusia purba pada umumnya. Seperti diuraikan dalam postingan saya terdahulu, manusia purba yang hidup di Minahasa adalah manusia yang harus menghadapi alam dan juga binatang-binatang besar dan buas. Oleh karena itu mereka hidup berkelompok-kelompok dan tinggal di dalam gua-gua agar terlindung dari panas, hujan maupun serangan binatang buas. Biasanya tempat-tempat mereka itu adalah dipilih didekat dengan air, kecuali itu juga untuk mempermudah mengambil air untuk keperluan makan dan minum juga perburuan binatang yang lebih mudah.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia hidup berkelompok pula dan mereka lebih lama menempati sesuatu tempat dibandingkan dengan yang lebih awal, ada kelompok-kelompok yang memilih pantai sebagai tempat tinggal yang utama, ada pula yang memilih daerah pedalaman. Keadaan ini menumbuhkan budaya yang berbeda pula, mereka yang memilih daerah pantai lebih bertumpu pada makanan yang dihasilkan dilaut dan daerah pantai. Untuk dapat hidup dalam kondisi ini, mereka mengembangkan peralatan dan cara-cara hidup yang sesuai, makanan utama mereka adalah kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpainya kulit-kulit kerang dalam jumlah besar ditempat-tempat tersebut. Ditempat-tempat tersebut juga ditemukan anak panah, tombak yang diberi bentuk khusus karena digunakan untuk menangkap ikan.

Kelompok yang memilih bertempat tinggal di pedalaman pada umumnya tinggal ditepian sungai, selain dari binatang buruan mereka juga hidup dari hasil sungai. Antara lain kerang atau siput air tawar. Tumpukan kulit kerang dan siput ini juga menjadi petunjuk bekas tempat tinggal mereka, ada pula yang bergerak lebih ke pedalaman. Sisa-sisa budaya mereka, sering ditemukan dalam gua-gua yang mereka singgahi dan tempati untuk sementara dalam pengembaraan mereka. Sisa-sisa alat-alat yang mereka gunakan yang ditemukan dalam gua-gua tersebut memberikan tentang kemajuan budaya mereka. Ternyata bentuk mata panah dan mata tombak mereka, berbeda dengan yang ditemukan didaerah pantai. Kadang-kadang ditemukan kerangka manusia yang telah dikuburkan digua, temuan demikian sangat penting untuk meneliti adat-kubur mereka dengan kepercayaan yang mereka anut.

Menarik pula bahwa kulit-kulit kerang yang ditemukan, ternyata ada pula yang telah diberi bentuk untuk digunakan sebagai alat, selain itu ada pula yang rupanya telah digunakan sebagai perhiasan misalnya dirangkaikan sebagai kalung. hal ini memberi gambaran bahwa kelompok manusia yang membuat benda-benda itu telah meningkat budayanya dan mereka bukan hanya sibuk dengan mempertahankan hidupnya, tetapi telah memikirkan juga hiasan dirinya. Ketika kelompok-kelompok berburu dan mengumpulkan makanan mulai lebih lama menempati sesuatu tempat, hal itu berarti bahwa mereka tidak terlalu tergantung lagi pada persediaan makanan yang disediakan oleh alam dalam keadaan liar, kemungkinan besar pada saat itu mereka sudah dapat membuat persediaan makanan sendiri, mungkin karena cara-cara mereka mendapatkan makanan telah demikian baik sehingga diperoleh makanan dalam jumlah yang cukup untuk waktu yang agak lama, atau karena mereka telah dapat menghasilkan sendiri sebagian dari bahan makanan itu, misalnya dengan menanamkannya atau dengan memelihara binatang buruan yang telah dijinakkannya, yang jelas ialah bahwa setelah kelompok manusia berburu dan mengumpulkan makanan ini cenderung untuk menetap, budaya mereka berkembang lebih cepat dan kemudian mereka memasuki masa perkembangan selanjutnya, yaitu masa bercocok tanam.

Pada tahap terakhir masa berburu dan mengumpulkan makanan, mulai ada kelompok-kelompok manusia yang tidak sepenuhnya mengembara lagi, mereka bertempat tinggal untuk waktu yang cukup lama disuatu tempat. Kemampuan mereka untuk menyelenggarakan hidup sudah mencapai suatu yang memungkinkan tumbuhnya pola baru, pola itu berpokok pada kemampuan mengadakan persediaan makanan yang cukup hingga mereka tidak perlu selalu mengembara untuk memperoleh makanan. Kemampuan itu mereka adakan dengan produksi, atau kemampuan menyimpan bahan makanan, hingga dapat bertahan hingga beberapa waktu. Kemampuan produksi bahan makanan menyangkut dua kemungkinan pokok, yaitu ; Produksi bahan makanan yang berupa hasil tumbuh-tumbuhan dan Bahan makanan dari binatang. Produksi bahan makanan dari binatang berarti pemeliharaan hewan. Kemampuan menyimpan bahan makanan hingga jangka waktu yang lama menyangkut tehnik pengawetan, misalnya daging binatang buruan diawetkan dengan menjemurnya. Mungkin dengan memberinya garam atau ramuan lain, hasilnya adalah semacam "dendeng". Hal ini tentu dapat pula dilakukan dengan ikan.

Penelitian Pra Sejarah diberbagai tempat didunia menunjukkan bahwa pada suatu saat orang mulai menanam beberapa jenis padi-padian yang pada mulanya tumbuh liar. Disamping itu mungkin juga ditanam beberapa jenis tanaman umbi-umbian seperti keladi (Di daerah Toundanouw/Tonsawang disebut Kolai atau Bete). Bagaimana keadaan di Indonesia belum dapat diketahui pada saat ini, demikian pula di daerah Minahasa. Mungkin di Indonesia lebih dahulu Keladi dari pada padi-padian. Penelitian Pra Sejarah menunjukkan pula bahwa binatang yang mula-mula dijinakkan adalah anjing. Kita menduga, bahwa anjing dijinakkan untuk membantu dalam berburu, dan mungkin juga untuk menjaga, selain itu juga dijinakkan babi. Babi dipelihara untuk dimakan. Ditempat-tempat peninggalan pra sejarah di Eropa juga ditemukan tulang-tulang ayam, tetapi para ahli belum dapat memastikan apakah ayam dipelihara sebagai bahan makanan atau sebagai binatang aduan, mereka juga telah mengenal membuat wadah untuk tempat makanan seperti keranjang dan dari tanah liat, serta bertenun.

Cara bercocok tanam pada masa itu adalah dengan Berhuma yaitu dengan membersihkan hutan dan menanaminya. Setalah tanah tidak subur lagi, mereka pindah ke bagian hutan yang lain dan mengulangi pekerjaan membuka hutan dan demikian seterusnya. Cara demikian sampai sekarang masih dikerjakan oleh orang-orang Indonesia umumnya dan Minahasa khususnya, yaitu daerah-daerah yang belum membuat persawahan, bila tepatnya orang-orang pra sejarah mulai membuat sawah, belum dapat dipastikan oleh para ahli. Alat-alat yang digunakan pada masa bercocok tanam masih terbuat dari bahan-bahan yang digunakan di masa sebelumnya, Misalnya Kayu, tanduk, tulang, bambu, dan batu. tetapi alat-alat itu lebih sempurna buatannya dan jenisnya lebih banyak.

Kemampuan menyelenggarakan hidup yang meningkat memungkinkan bertambah besarnya jumlah anggota suatu kelompok. Kelompok-kelompok kecil masa berburu dan mengumpulkan makanan telah tumbuh menjadi kelompok-kelompok yang lebih besar dengan pengaturan yang lebih sempurna dan kemampuan yang lebih besar. Kelompok-kelompok yang menetap, akhirnya tumbuh menjadi perkampungan-perkampungan, Kelompok-kelompok perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar, misalnya kelompok clan, marga dan sebagainya yang menjadi dasar masyarakat Indonesia umumnya dan Minahasa khususnya sekarang ini. Masyarakat masa bercocok tanam adalah suatu masyarakat yang telah menetap dan teratur. Masyarakat ini kemudian semakin maju setelah mengenal logam dan berkembang ke masa perundagian.

Khusus penemuan-penemuan dalam masa perundagian didaerah Minahasa dapat dikatakan sangat langka. belum didapati bukti yang kuat apakah orang-orang Minahasa pada masa ini telah mengenal pembuatan perunggu ataupun besi. Demikian pula bukti-bukti pemukiman penduduk pada masa ini belum dapat diketahui, walaupun demikan masa perundagian ini sangat penting artinya dalam sejarah penghidupan Masyarakat Minahasa. Andaikata dapat ditemukan alat-alat dari besi seperti Pisau, tajak atau tombak dari besi maka mudah dapat disimpulkan bahwa mereka telah mengenal pabrik pembuatan alat-alat itu, dan andaikata hal ini mungkin diketemukan diemudian hari, tentu dapat dihubungkan dengan kemakmuran masyarakat tersebut. Kemungkinan besar dikenalnya Pacul ataupun Parang dari besi adalah hasil perdagangan dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju yang datang di Minahasa Kemudian hari.

Dari uraian-uaraian tersebut diatas, kita dapat bertanya tentang kehidupan manusia purba Minahasa dari zaman batu tua/kasar, kezaman Mesolithicum, Neolithicum hingga ke zaman perunggu. Kemudian itu kehidupan manusia Minahasa setelah zaman-zaman tersebut, hingga datangnya bangsa barat di Minahasa. dan apakah orang-orang Minahasa mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakatnya menurut zaman-zaman tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa penggalian-penggalian benda-benda bersejarah di Minahasa masih sangat langka dan mungkin dapat dikatakan belum ada. Oleh karena itu, sangat sulit menentukan ukuran atau landasan ilmiah untuk memberikan kesimpulan yang akurat. Namun demikian kemungkinan berdasarkan uraian-uaraian yang dikemukakan oleh para ahli tadi kita dapat menarik garis sebagai petunjuk ataupun asumsi.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More